Darimana Anak-anak Shalih Berasal?..
Dari Abu Hurairah Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. Bersabda, “
Sesungguhnya Allah Swt. Akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di
surga; hamba itu kemudian berkata, ‘Wahai Rabb, dari mana semua ini?’ Maka
Allah Swt. Berfirman, ‘Dari istigfar anakmu.’” [HR Imam Ahmad] (Mustafa bin ‘Adawi, As-Shahiihul Musnad minal
Ahaaditsul Qudsiyyatu, t.t.: 198)
Betapa perkembangan jaman sekarang ini semakin mengkhawatirkan bagi
orang tua-orang tua yang peduli dan berpikir pada keselamatan anak-anak mereka
jauh di depan. Dan betapa orang tua-orang tua jaman ini dituntut lebih keras
berusaha menjadikan anak-anak yang siap menghadapi jamannya beberapa tahun lagi
sepanjang hidupnya dan menjadikan anak-anak shalih, yang ketika di hari akhir
nanti bisa menjadi penolong orang tuanya, ter-entas dari siksa neraka,
termuliakan dengan naiknya derajat orang tua dari lapis surga paling bawah
menuju surga tertinggi.
Berangkat dari kondisi jaman yang terus dan semakin menawarkan
kekacauan, dan berpegang pada hadist qudsi di atas, anak-anak yang bisa
beristigfar yang dimaksud tentu bukanlah istigfar yang biasa. Namun istigfarnya
anak yang shalih, yang tunduk kepada Rabb-nya, dan begitu dalam mencintai orang
tuanya.
Itulah tugas kita, para orang tua kepada anak-anaknya, ladang
amalan-pahala negeri akhirat, membawakan dan menghadirkan cinta kepada
Rabb-nya, mengenalkan anak-anak pada Rabb-nya sehingga mereka kelak menjadi
anak-anak shalih pemulia orang tuanya.
Pertanyaan berikutnya yang lahir adalah; bagaimana menjadikan
anak-anak pandai beristigfar dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri bahkan
sampai jauh ketika kita (orang tua) telah kembali berpulang ke rahmatullah?
Sampai jauh ketika kita tidak lagi bersama mereka?
1. Memperbaiki komitmen dan niat pernikahan
Bagi yang belum menikah, point ini crusial. Meluruskan niat, bahwa
menikah disebabkan karena kecintaannya pada Allah Swt dan Rasulnya.
Menyempurnakan setengah diin (agama). Bukan sebab ingin memperbaiki keturunan
saja, memperbaiki kemampuan finansial saja, dan sebagainya, dan seterusnya.
Lalu bagimana dengan yang sudah terlanjur menikah tapi jika di-flash
back niatannya hanya bersifat duniawi saja? Point ini juga penting. Bagaimana
kemudian antara suami dan istri mendiskusikan kembali MoU (memorandum of
understanding) atau aturan pokok kesepahaman dalam kerjasama, begitu gurau bu
Nia menyampaikan. Perjanjian yang jelas dengan melibatkan Allah di dalamnya,
akan jelas pula apa yang akan dikerjakan suami, apa yang dikerjakan istri dan
apa yang mesti dilakukan anak-anak.
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” [QS. At Tahriim : 6]
Semua tujuannya jelas; keselamatan diri dan keluarga dari siksa neraka.
Maka setiap individu anggota keluarga akan bergerak ke arah yang sama, menjadi
rahmat (petunjuk) satu sama lain demi keselamatan dan berkumpulnya kembali
keluarganya, yang tentu bukan di tempat yang tidak kita inginkan.
2. Menghadirkan suasana yang hangat dalam rumah
Setiap anggota keluarga yang paham dirinya sebagai rahmat bagi anggota
keluarga yang lain, langkah berikutnya adalah dan otomatis akan tercipta
atmosfir yang hangat dan saling dukung. Kalau pun belum, maka suasana yang
hangat di dalam keluarga haruslah diupayakan oleh orang tua-orang tua, sebagai
media pendidik Allah kepada anak-anaknya.
Dibanyak kasus yang terungkap, di Kediri, anak-anak yang sulit
dikendalikan, anak-anak yang melakukan tindak kekerasan dan perilaku-perilaku
menyimpang lainnya, Lembaga Perlindungan Anak Kediri menyatakan, mereka
memiliki keluarga yang dingin, suasana yang tidak mendukung dirinya (anak)
dihargai sebagai individu yang berharga.
Anak-anak yang secara terus menerus mendapatkan suasana yang tidak
membuat diri mereka nyaman, dengan orang tua-orang tua yang sibuk
sendiri-sendiri, menjadikan mereka anak-anak yang tidak pula peduli dengan
sesamanya, lingkungannya.
Berikut doa yang dianjurkan:
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada
kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.’” [QS. Al Furqaan :
74]
Menurut ustad Muhammad Hatta, inilah doa yang mesti kita minta secara
istimror (berkelanjutan, tak putus) sehingga senantiasa kita akan mendapati
pasangan dan anak-anak yang menyenangkan hati. Beliau juga menyampaikan, doa
ini adalah sebagai salah satu bentuk usaha yang wajib untuk diwujudkan. Dalam
artian, mewajibkan diri untuk mewujudkan pasangan dan anak-anak yang
menyenangkan hati, selain dengan berdoa, di dalamnya terkandung makna, diri,
sebagai individu anggota keluarga akan bergerak sesuai porsinya menjadi rahmat
bagi anggota keluarga yang lain, saling mengingatkan kebaikan dan ketaqwaan.
“…dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang beriman.”
Masih menurut ustadz Hatta, kalimat itu adalah kalimat visioner. Kalimat
yang memacu diri untuk bergerak lebih dahulu dalam kebaikan, lalu menginspirasi
orang-orang baik lainnya. Sebagai stimulus untuk terus berinovasi dalam hal
kebaikan dan ketaqwaan.
Sehingga dari sanalah kita akan melihat betapa ghiroh (kekuatan azzam),
keras dan bulatnya tekad untuk memacu diri menjadi orang yang bertaqwa.
Banyangkan saja, jika sikap ini sudah dicontohkan oleh suami kepada istri,
dicontohkan ayah dan bunda kepada anak-anak. Kebaikan-kebaikan dalam jalan
taqwa akan membentuk karakter anak-anak yang kuat dan nyaman, lantas di jaman
kemudian mereka mandiri tanpa orang tua, mereka mampu pula menginspirasi
sekitarnya untuk saling berlomba dalam kebaikan.
Maha Benar Allah dengan segala firmanNya. Segala puji bagiNya pemilik
semesta alam, yang bersemayam di ‘Arsy yang angung.
Semoga bermanfaat.
Disarikan dari kajian Ibu Kurnia Lestari, Koordinator Program Lembaga
Perlindungan Anak Kota Kediri Dan tokoh Tarbiyatul Aulad fil Islam (Parenting dalam keIslaman) Kediri,
Ustadz Muhammad Hatta.