VISI MISI PKS
Secara sederhana, Visi Partai Keadilan Sejahtera mengenai Indonesia yang dicita-citakan adalah Terwujudnya Masyarakat Madani yang Adil, Sejahtera, dan Bermartabat.
Masyarakat Madani adalah masyarakat
berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma,
hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas;
bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong-royong menjaga kedaulatan
Negara. Pengertian genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadukan
dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang merealisasikan
Ukhuwwah Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan
kebangsaan) dan Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai
NKRI.
Perjuangan untuk mewujudkan masyarakat
madani, baik secara struktural maupun kultural, sebagai bagian dari
dakwah dalam maknanya yang historik, positif dan obyektif bagi umat
Islam dalam bingkai NKRI adalah bagian dari upaya merealisasikan tujuan
didirikannya PK Sejahtera sebagaimana dicantumkan dalam Anggaran Dasar
PK Sejahtera. Masyarakat Madani sebagai warisan Sunnah Nabawiyah adalah
komunitas yang hadir melalui perjuangan yang dipimpin langsung
Rasulullah Saw dengan bingkai Piagam Madinah. Piagam Madinah diakui oleh
para para pakar studi Islam dari kalangan Muslim atau Non-Muslim
sebagai konstitusi tertua di dunia yang sangat modern dan menghadirkan
fakta historis tentang pengelolaan negara berbasiskan pada prinsip
hukum, moral, dan gotong-royong menjaga kedaulatan negara. Piagam itu
juga menghormati pluralitas dan merealisasikan Ukhuwwah Islamiyyah,
Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah sekaligus.
Sebagai basis lain berdirinya Masyarakat
Madani, Rasulullah telah menegaskan pentingnya melaksanakan nilai-nilai
fundamental yang disampaikan secara terbuka, ketika pertama kali
menginjakkan kaki di tanah Madinah sesudah hijrah dari kota Mekkah.
Nilai-nilai itu bisa disebut sebagai “Manifesto berdirinya Masyarakat
Madani” yang antara lain menetapkan: prinsip memanusiakan manusia dan
melibatkan mereka secara keseluruhan dalam risalah dakwah, apapun latar
belakangnya; ajakan untuk menyebarluaskan budaya hidup yang aman dan
damai; mengokohkan sikap solidaritas sosial dan menguatkan semangat
silaturrahim; serta mewujudkan manusia yang seutuhnya dengan menguatkan
kedekatan kepada Allah Swt. Aktualisasi nilai-nilai fundamental itu
menjadi dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara sangatlah positif,
bahkan terbukti dalam sejarah Indonesia telah berhasil menggelorakan
semangat umat Islam untuk terlibat aktif menghadirkan kebangkitan
nasional dengan puncaknya Proklamasi Kemerdekaan NKRI (1945) dan
selanjutnya hadir gelombang Reformasi (1998).
Islam memang telah masuk ke Indonesia
secara damai sejak abad pertama Hijriyah, dan berinteraksi secara
dinamis, konstruktif dan positif dengan beragam realita yang sudah ada
di Nusantara, baik ideologi, kultural, sosial budaya, profesi politik
dan lainnya, dengan semangat agama dakwahnya yang Rahmatan Lil Alamiin,
jadilah Islam sebagai agama yang menyebar di Seluruh Nusantara bahkan
menjadi agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Sejarah
Indonesia pun telah mencatat berdirinya beragam kerajaankerajaan Islam
dan hadirnya budaya dan tradisi ke-Islam-an yang tetap hidup dan bahkan
menjadi kontribusi yang cerdas sampai hari ini sekalipun.
Islamisasi secara kultural seperti
tersebut di atas juga mempunyai pijakan historiknya dalam konteks
Indonesia, seperti hadirnya wayang, batik, maupun ragam budaya yang
diwariskan oleh para Wali Songo. Ia adalah pengejawantahan kongkret dari
Syumuliyyatul Islam dan risalahnya yang Rahmatan Lil Alamin. Karenya
agenda ini tentu tidak dimaksudkan untuk menghadirkan konflik budaya
apalagi pembenaran terhadap stigma Islam yang dihubungkan dengan
ke-Arab-an apalagi terorisme.
Sementara itu Islamisasi secara
struktural dilakukan melalui jalur politik. Islam memang tidak dapat
dipisahkan dari politik sebagai bentuk dari pengamalan Syuro, serta Amar
Ma’ruf Nahi Munkar, memperjuangkan keadilan, mengkoreksi kezhaliman dan
mendakwahkan amal sholeh. Politik berguna untuk mendekatkan perjuangan
kaum Muslimin dalam menjalankan kehidupan serta mendakwahkan
kebudayaannya serta solusi-solusi kreatif yang dimilikinya agar mereka
dapat mewujudkan nilai-nilai Islami itu sesudah pada tingkat kehidupan
individual, keluarga, agar ajaran agama dapat terwujud juga pada
lingkungan masyarakat, organisasi bahkan pada penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Baik melalui aktifitas kontrol, maupun Legislasi dengan
membuat undangundang, peraturan pemerintah maupun kebijakan publik
lainnya. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam yang
menerapkan Syariah atau negara sekuler yang menolak Syariah, tapi yang
kita inginkan adalah negara Indonesia yang merealisasikan ajaran agama
yang menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan universal,
melalui perjuangan konstitusional dan demokratis, agar dapat hadirlah
Masyarakat Madani yang dicitakan itu.
Memisahkan umat Islam yang merupakan
mayoritas penduduk Indonesia dari keterlibatan dalam kehidupan
berpolitik dan bernegara adalah hal yang mustahil dan absurd bahkan
ahistoric, bahkan tidak sesuai dengan prinsip dasar berdemokrasi
konstitusional seperti yang tertera di dalam UUD NRI 1945. Karenanya
wajar saja bila pada masa awal pembentukan NKRI ini, Bung Karno telah
dengan tegas mempersilahkan umat Islam untuk memperjuangkan ideologi dan
aspirasinya melalui lembaga Parlemen. Dan umat pun memang telah dan
akan terus secara rasional-objektif-konstitusional berjuang melalui
jalur politik sehingga dapat turut serta menghadirkan kemerdekaan
Republik Indonesia, menggagalkan kudeta PKI yang akan menggantikan
ideologi negara dengan Komunisme, dan kemudian turut menghadirkan era
Reformasi dan lain-lain.
Agar Masyarakat Madani dapat diwujudkan,
dan karenanya umat pun dapat melaksanakan ajaran agama dan menghadirkan
Syariah Islam yang Rahmatan Lil Alamin, sangat penting untuk merujuk
pada faktor-faktor utama yang dulu menjadi pilar kokoh dan telah sukses
menghadirkan Masyarakat Madani seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW yang secara positif dan konstruktif menerima dan menghormati asas
pluralitas baik karena faktor suku, agama, asal-usul maupun profesi
untuk disinergikan bagi hadirnya masyarakat yang saling menghormati,
saling menguatkan, gotongroyong dan bersatu padu bela kedaulatan negara,
menegakkan hukum, menjunjung moralitas, menghadirkan masyarakat yang
dinamis dan bersemangat untuk ber-silaturrahim dan ber-ta’awun untuk
mewujudkan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah
Basyariyyah, kemudian mengaktualisasikannya dalam konteks Keindonesiaan
kontemporer dengan segala peluang dan tantangannya. Karenanya perjuangan
Islamisasi secara struktural tetap harus menghadirkan alternatif solusi
yang lebih baik dan sikap adil dan bijaksana terhadap non-Muslim maupun
yang berbeda latar organisasi politik dengan PK Sejahtera, serta
mengacu pada prinsip konstitusional, proporsional dan demokratis, agar
hadirlah hasil perjuangan yang betul-betul dapat merealisasikan
cita-cita berdirinya NKRI dan hadirnya era Reformasi.
PK Sejahtera sebagai Partai Dakwah akan
berjuang secara konstitusional, baik dalam lingkup kultural maupun
struktural, dengan memaksimalkan peran berpolitiknya demi terwujudnya
Masyarakat Madani dalam bingkai NKRI. Caranya, dengan mempercepat
realisasi target PK Sejahtera dari “partai kader” menjadi “partai kader
berbasis massa yang kokoh”, agar dapat memberdayakan komponen mayoritas
bangsa Indonesia, yaitu kalangan perempuan, generasi muda, petani,
buruh, nelayan dan pedagang. Melalui musyarakah (partisipasi politik)
yang aktif seperti itu akan hadir pemimpin negeri serta wakil rakyat
yang betul-betul bersih, peduli dan profesional, sehingga bangsa dan
rakyat Indonesia dapat menikmati karunia Allah berwujud NKRI yang maju
dan makmur. Partisipasi politik secara sinergis dapat merealisasikan
tugas ibadah, fungsi khalifah dan memakmurkan kehidupan, sehingga tampil
kekuatan baru untuk membangun Indonesia menjadi negeri yang relijius,
sejahtera, aman, adil, berdaulat dan bermartabat.
Adil adalah kondisi dimana
entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi, hukum,
dan sosial-budaya ditempatkan secara proporsional dalam ukuran yang pas
dan seimbang, tidak melewati batas. Itulah sikap moderat, suatu
keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem: mengurangi
dan melebihi (ifrath dan tafrith).
Islam memandang nilai keadilan dan HAM
melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai yang bersifat
intrinsik, baik dalam struktur ataupun perilaku manusia. Tuhan Yang
Mahakuasa menciptakan manusia dalam keadaan adil dan seimbang.
Semenetara itu, Islam ditegaskan sebagai agama fitrah kemanusiaan.
Situasi-situasi psikis dan sosiologis manusia, sesuai dengan fitrahnya,
memerlukan nilai-nilai keadilan. Sebab, dengan tegaknya keadilan di
tengah-tengah situasi kemanusiaannya, setiap individu dapat memerankan
dirinya sebagai makhluk moral yang merdeka dalam memilih dan
berkehendak. Selain itu, keadilan menjadi tonggak utama bangunan
masyarakat, apapun agama dan keyakinan yang mereka anut.
Wujud konkret nilai-nilai keadilan pada
dalam aspek kemanusiaan adalah sikap “pertengahan” yang telah menjadi
salah satu kekhususan umat Islam dan telah menjadi karakteristik
metodologi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Para
cendekiawan muslim melukiskan sikap itu dengan istilah moderasi, suatu
keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem. Keseimbangan
hidup merupakan buah dari kemampuan seseorang dalam memenuhi
tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad).
Itulah pangkal kesejahteraan dalam maknanya yang sejati. Kesejahteraan
paripurna akan melahirkan kebahagiaan hakiki. Itu sebabnya keseimbangan
yang sempurna di antara kualitas-kualitas moral yang tampak bertentangan
hanya mungkin diwujudkan dengan keadilan, sesuai dengan makna asasi
keadilan (‘adalah) yang berasal dari akar yang sama dengan kata
keseimbangan (i`tidal). Oleh sebab itu, para ulama menegaskan nilai
keadilan sebagai kebaikan yang paling sempurna.
Posisi keadilan dalam kehidupan manusia
dan alam semesta amat fundamental. Sebuah hadits Nabi Saw menyebutkan:
”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil itu kelak di sisi Allah Swt
berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Yaitu, mereka yang bertindak adil
dalam pemerintahan, terhadap keluarga, dan terhadap bawahan mereka.”
Konsekuensinya, setiap ketidakadilan dan kezaliman harus dipandang
sebagai tindakan dosa dan kejahatan terhadap manusia dan kemanusiaan.
Kezaliman itu kegelapan, sedangkan keadilan itu cahaya. Maka, kewajiban
menegakkan keadilan dan menumbangkan segala bentuk kezaliman,
penindasan, sikap berlebih-lebihan, merugikan orang lain, kebencian,
diskriminasi, dan kesewenang-wenangan harus menjadi bagian dari ideologi
Islam. Semangat ini harus mewarnai setiap aksi dan menjadi pola
perjuangan otentik manusia sepanjang sejarahnya. Manusia, baik secara
individual maupun kolektif, bertanggungjawab menegakkan keadilan dalam
seluruh dimensi kehidupan.
Sejahtera secara standar berarti
aman dan makmur. Aman adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa
takut, secara psikis sejahtera, sedangkan makmur adalah situasi
kemanusiaan yang terbebas dari rasa lapar, secara fisik sejahtera. .
Firman Allah Swt menegaskan, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu, Allah
merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka perbuat.” (QS, al-Nahl 16: 112).
Sejahtera mengarahkan pembangunan pada
pemenuhan kebutuhan lahir dan batin, agar manusia dapat memfungsikan
dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah. Kesejahteraan tidak
mencerminkan jumlah alat pemenuhan kebutuhan, tetapi keseimbangan antara
kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam artinya yang
sejati adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan
seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh,
akal, dan jasad). Kesejahteraan seperti itu yang akan melahirkan
kebahagiaan hakiki bagi bangsa Indonesia.
Kesejahteraan menuntut pengelolaan
ekonomi berbasis sektor riil yang menitikberatkan pada kesempatan
berusaha di sektor riil bukan semata sektor finansial. Prinsip itu
menyetarakan peran kapital (modal) dan usaha (buruh) serta berbasis
ekonomi pasar yang memberi kesempatan berkompetisi secara adil. Ekonomi
berkeadilan yang mencitakan kesejahteraan untuk semua warga akan
terlepas dari penyimpangan moral (moral hazard) akibat tindak kezaliman
terhadap sesama manusia maupun tindakan eksploitatif yang merusak alam.
Hanya dengan sistem perekonomian yang berkeadilan terwujudnya
pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yang
menjamin kesetaraan sosial (social equity), kelestarian lingkungan
(environmental prudence), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency).
Semua itu tidak lain merupakan cita-cita bersama umat manusia sedunia
(Our Common Future, World Comittee for Environment and Development,
United Nation, 1987).
Ekonomi yang maju ialah kondisi yang
dibangun di atas kesadaran adanya misi peradaban untuk kesejahteraan
manusia. Dalam konteks ini, keterpeliharaan moralitas manusia, baik
secara individual maupun kolektif, keseimbangan kemajuan ekonomi,
kemandirian, kesatuan ekonomi nasional, dan kelestarian alam semesta
menjadi patokan utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, di tengah
dinamika meraih kemajuan ekonomi, maka penyimpangan etika, perilaku
eksploitatif, konsumtivisme, dan hedonistik-materialistik harus dapat
diminimalisasi. Karena, pembangunan ditujukan bukan untuk kemajuan
materi saja, melainkan juga demi tetap terpeliharanya sifat asasi dan
martabat seluruh manusia. Pada titik itu, kemajuan ekonomi harus
benarbenar dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa, bahkan umat
manusia, secara adil.
Atas dasar itu perlu ditegakkan prinsip
penyatuan moralitas dan etik dalam seluruh aktivitas ekonomi guna
meminimalisasi, bahkan menghilangkan, berbagai bentuk kezaliman.
Memprioritaskan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama harus
dilakukan di atas keuntungan pribadi dan kelompok, guna menjamin hak-hak
ekonomi semua pihak dan menghindari dominasi satu pihak terhadap pihak
lain. Pengutamaan ini harus menjadi kebijakan yang dipatuhi bersama.
Bermartabat menuntut bangsa
Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan
dirinya, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya secara
elegan sehingga memunculkan penghormatan dan kekaguman dari bangsa
lain. Martabat muncul dari akhlak dan budi pekerti yang baik,
mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara pada produktivitas dan
kreativitas. Kreativitas bangsa yang tinggi dapat mewujud dalam
karya-karya adiluhung dalam berbagai bidang yang tak ternilai. Dari sana
muncul rasa bangga pada diri sendiri dan penghormatan dari bangsa lain.
Martabat memunculkan rasa percaya diri yang memungkinkan kita berdiri
sama tegak, dan tidak didikte oleh bangsa lain.
Untuk itu semua warga negara dapat
mengambil peran dalam membangun negara sehingga menjadi masyarakat
madani berdaya dan berkeadilan, masyarakat yang tidak mudah
dipatronisasi oleh kekuatan manapun. Sebab, kehidupan sosial manusia di
muka bumi akan lebih tertata dengan sistem sosial yang berkeadilan walau
masih disertai suatu perbuatan dosa, daripada dengan sistem tirani yang
zalim. Kewajiban individu untuk menegakkan keadilan harus dipandang
sebagai prosedur regulatif bagi tindakan sosial dan etik, sehingga
akhirnya menghasilkan keadilan sosial yang efek kebaikannya akan
dirasakan bersama.
Substansi keadilan sosial ialah
terciptanya suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada lagi pihak yang
dinafikan kebutuhan dasarnya. Setiap individu mendapat hak-hak sosialnya
secara penuh dan utuh, memperoleh jaminan sosial secara proporsional,
serta manfaat dari sumber-sumber daya alam dan kekayaan negara dapat
dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Dalam waktu yang sama ia harus
melaksanakan segala sesuatu yang menjadi tanggungjawab sosialnya dalam
rangka merealisasikan keadilan menyeluruh dalam kehidupan. Hak-hak ini
merangkumi semua hak-hak individual dan sosial manusia Indonesia yang
bermartabat.
Tegaknya keadilan sosial akan mewujudkan
masyarakat yang egaliter dan menghargai orang berdasarkan keutamaan dan
prestasinya, bukan pada etnisitas, entitas, keturunan, dan faktor
bawaan lainnya. Oleh sebab pluralitas kebudayaan merupakan realitas yang
melekat dalam sebuah bangsa, masyarakat, atau komunitas, maka perlu
kearifan dalam memandang dan menyikapnya. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berlaku adil kepada setiap komunitas atau bangsa dengan
cara menghargai kebudayaannya.
Dalam konteks Indonesia yang mayoritas
penduduknya Muslim, maka secara budaya dan agama, Islam dapat tampil
memberikan model masyarakat yang bisa mempertemukan nilai-nilai
keislaman dengan pluralitas budaya lokal dan sekaligus aspirasi
kemodernan dalam sebuah rumah besar bernama Indonesia. Hal itu
mensyaratkan pandangan keagamaan yang lebih menekankan aspek substansial
yang universal daripada simbolik, dan tumbuhnya sikap saling menghargai
serta kearifan di kalangan masyarakat. Dalam kerangka itulah kita
memandang dan menyikapi pluralitas kebudayaan hingga pada akhirnya dapat
memperkaya kebudayaan nasional menjadi satu sistem yang indah, efektif,
dan saling bersinergi. Pluralitas sebagai karunia Tuhan, baik itu
terkait dengan ras, budaya maupun profesi, seharusnya dilihat sebagai
suatu kekayaan yang patut dikelola dengan penuh keadilan bagi bangsa
yang bermartabat.
Semua itu adalah kondisi yang kita
citakan sekaligus, kondisi kehidupan berdakwah yang diharapkan, yang
bermuara pada terjaminnya manusia dalam memenuhi lima kebutuhan primer
hidupnya, yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta dan
keturunan. Itulah masyarakat Indonesia yang relijius, masyarakat madani,
yang seluruh komponennya bekerja sama dalam kebaikan, tolong-menolong
dalam mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan keimanan. Masyarakat
yang adil, sejahtera dan bermartabat, yang melindungi warganya,
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut
menjaga ketertiban dunia. Suatu masyarakat dan bangsa yang dapat
berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, masyarakat
dengan budaya khas takwa. Indonesia yang kita citakan adalah masyarakat
yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang muda menghormati yang tua,
yang tua menghargai yang muda, lakilaki bahu membahu dengan perempuan,
dalam pluralitas kebudayaan.
Masyarakat madani merupakan model
masyarakat berkeadilan, tatkala keragaman menjadi sumber dinamika
bangsa. Para kritikus kreatif-konstruktif memenuhi parlemen, kaum
profesional mengisi kabinet, dan orang-orang bijak yang pemberani
menjaga benteng peradilan. Para pengusaha menjadi berkah bagi negara dan
rakyat, demikian pula para ulama, cendekiawan dan budayawan berdiri di
garda depan peradaban bangsa. Prajurit dan perwira TNI dan Polri menjadi
pengawal negara dan penjaga keamanan yang profesional, sebuah kekuatan
yang menyebarkan rasa aman di hati rakyat tanpa harus kehilangan hak-hak
politik yang wajar sebagai warga negara. Kalangan perempuan menjadi
saudara kaum lelaki, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai
dengan fitrahnya, dan bekerjasama secara setara bagi kemajuan bangsa.
Kaum muda mempunyai peran strategis sebagai pelopor peradaban untuk
perbaikan. Setiap kelompok mengembangkan budaya demokrasi produktif,
berinteraksi secara positif dengan semangat kebersamaan dalam kerangka
persatuan dan kesatuan bangsa.
Kami mencitakan Indonesia menjadi negara
kuat yang membawa misi rahmat keadilan bagi segenap umat manusia, agar
bangsanya menjadi kontributor peradaban manusia dan buminya menjelma
menjadi taman kehidupan yang tenteram dan damai.